LAHAN PERTANIAN DI DATARAN TINGGI DIENG
A. Gambaran Umum Wilayah Dataran Tinggi Dieng.
1. Kondisi Fisiografis
Kabupaten
Wonosobo yang mempunyai luas 984,68 km2. Berbatasan dengan Kabupaten Kendal dan Batang (utara), sebelah timur
berbatasan dengan Kabupaten Kebumen dan Purworejo (selatan), serta berbatasan
dengan Kabupaten Banjarnegara dan Kebumen (barat). Kabupaten ini terletak pada
7°04’11” LS sampai 7°11’13” LS dan 109°43’’19” BT sanpai 110°04’’40” BT, yang
memiliki luas wilayah 98.467,975 ha, terdiri dari 4 wilayah pembantu bupati dan
13 kecamatan.
Dataran tinggi atau Plato
Dieng dikenal sebagai Plato Wonosobo di Provinsi Jawa Tengah. Secara
administratif tidak hanya dalam wilayah Wonosobo namun juga masuk ke dalam
wilayah Temanggung, Magelang dan Banjarnegara. Panjang dari Plato ini adalah 70
km dengan lebar 12-17 km. Terdapat dua gunung berapi aktif yaitu Sindoro (3.136
m) dan Sumbing (3.371 m) yang masih aktif. Dieng beriklim dingin dengan musim
basah hingga kering, karena terletak di ketinggian 1000-3000 m dpl dan curah
hujan rata-rata 2300-4500 mm/tahun. Penduduk Dieng adalah suku Jawa. Suhu udara
daera ini adalah 24°-30°C pada siang hari dan 20° C pada
malam hari. Adapun permasalahan lingkungan yang sering terjadi di Wonosobo
adalah penggundulan hutan dan erosi, karena masyrakat banyak melakukan
intensifikasi dan ekstensifikasi usaha tani sayuran.
Faktor lain yang mendukung
penggunaan lahan dataran tinggi Dieng sebagai pertanian tanaman sayuran adalah dukungan infrastruktur dan
lembaga koperasi ataupun kelompok tani yang berfungsi sebagai penyedia sarana
produksi (input), pembina teknis, pembina usaha dan penampung hasil produksi.
2. Kondisi Demografis
Mata pencaharian yang utama dari penduduk di
sekitar dataran tinggi Dieng adalah sebagai petani, khususnya petani tanaman
sayuran. Tanaman sayuran kentang merupakan tanaman sayuran unggulan yang
diikuti sawi, kubis, bunga kol, daun bawang, bawang putih, kacang tanah dan
cabe.
B. Karakteristik Sumber
Daya Lahan Pertanian di Dataran Tinggi Dieng
Permasalahan kedua yang diajukan dalam makalah ini
adalah karakteristik sumber daya lahan pertanian. Fakta geografis secara umum
menunnjukkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang mempunyai
iklim basah hingga kering dengan tingkat kelembaban yang tinggi, sehingga
merupakan persyaratan tumbuh yang baik bagi tanaman tropis. Indonesia terletak
di antara 10° LU dan 10° LS sehingga bebas dari gangguan taifun yanmg merupakan
salah satu kendala dalm kegaiatan usaha tani.
Hal yang secara alami
tidak dapat dihindari khususnya dalam kegiatan usaha tani sayuran adalah adanya
vulkanisme dan gempa. Gempa disebabkan oleh kondisi Kepulauan Nusantara yang
merupakan titik temu dari tiga gerakan lempeng muka bumi, yaitu : Gerakan
sistem Sunda di bagian barat, Gerakan
sistem pinggiran Asia timur dan Gerakan sirkum Australia. Sementara vulkanisme
disebabkan oleh aktivitas gunung berapi, di mana gunung apai di Indonesia
berjumlah lebih dari 100, yang dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu :
gunung api padam, gunung api istirahat dan gunung api aktif. Daerah-daerah yang
terletak di sekitar gunung api memiliki tanah yang sangat subur, di mana
terjadi pemusatan usaha tani dataran tinggi. Dampak positif lain dari
vulkanisme yaitu menyuburkan tanah untuk usaha pertanian, meningkatkan mutu
batubara, serta sumber panas bumi. Selain itu, dampak negatif yang ditimbulkan
oleh aktivitas vulkanisme adalah saat gunung tersebut meletus yang dapat
menimbulkan bencana/musibah bagi penduduk sekitar.
Tingkat kesuburan tanah
juga sangat tergantung pada sifat batuan induknya, yang digolongkan menjadi
tiga bagian, yaitu : tanah dengan batuan induk vulkanik, tanah dengan batuan
induk non vulkanik dan tanah dengan batuan induk organik.
Pada lahan pertanian di
wilayah dataran tinggi mempunyai karakteristik tersendiri terkait dengan sifat
iklim yang berlaku di dataran tinggi tersebut. Komoditas pertanian yang
dibudidayakanpun adalah tanaman-tanaman yang sesuai dengan persyaratan tumbuh
di dataran tinggi. Adapun beberapa komoditas tanaman pertanian dataran tinggi
yaitu : tanaman keras, tanaman kehutanan, berbagai tanaman buah dan tanaman
sayuran, seperti kentang, sawi, kubis, bunga kol, daun bawang dan cabe.
C. Kendala Yang Muncul Pada Pengelolaan
Lahan Pertanian Di Dataran Tinggi
Dieng.
Budidaya hortikultura telah
mengubah paras pegunungan kita menjadi ladang sayur-mayur, suatu kegiatan
pertanian yang sangat marak di banyak daerah di pegunungan Jawa dan beberapa
daerah lain di Indonesia. Dari sisi ekonomi masyarakat pedesaan ataupun dari
aspek manfaat dalam jangka pendek boleh jadi berkembangnya sistem budidaya
hortikulura yang sangat intensif di pegunungan adalah suatu kemajuan, apalagi
disaat terbatasnya lapangan pekerjaan dan masih marjinalnya tingkat pendapatan
petani. Namun kalau kita memandangnya dari aspek yang lebih komprehensif, yakni
nilai ekonomi keseluruhan, manfaat jangka panjang dan yang sangat penting
adalah peran ekologis pegunungan untuk menjaga kelangsungan kehidupan manusia
dalam jangkauan yang lebih luas, maka tata guna lahan yang terjadi saat ini
menjadi paras yang sangat mengkhawatirkan.
Lahan
pertanian yang ada di dataran tinggi biasanya memiliki topografi yang miring
dengan relief berombak. Biasanya pada daerah lahan berbukit memilki solum tanah
dalam namun telah mengalami proses yang lebih lanjut seperti erosi, denudasi,
angkatan, lipatan, dan patahan. Jika sistem pengelolaan lahan tidak disesuaikan dengan karakteristik lahan
akan dapat menyebakan degradasi lahan yang berdampak pada penurunan
produktivitas lahan.
Jika
sistem pengelolaan lahan kurang sesuai kemungkinan terjadinya degradasi lahan
yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas lahan sangat tinggi. Selain itu,
akibat dari drainase yang cepat menyebabkan air mudah hilang sehingga
ketersediaan air untuk tanaman pun berkurang. Oleh sebab itu, sangat diperlukan
teknik pengelolaan lahan pada dataran tinggi lahan yang baik sesuai dengan
kondisi lingkungannya.
D. Cara Penanggulangan Kendala Yang Muncul Pada Pengelolaan
Lahan Pertanian Di Dataran Tinggi Dieng.
1. Sistem Pengelolaan Lahan Berkelanjutan
Sistem pengelolaan lahan
berkelanjutan adalah suatu teknik atau cara yang dilakukan oleh pemilik lahan
terhadap lahan yang dimiliki dalam
hal pengolahan tanah agar kesuburan tanah, produktivitas lahan, konservasi
tanah dan air dapat terjamin sehingga memungkinkan terlaksananya usaha tani
dalam jangka waktu yang panjang dari generasi ke generasi dengan hasil yang
semakin meningkat dan pemanfaatan lahan yang berkelanjutan. Pentingnya sistem
pengelolaan lahan berkelanjutan ini yaitu untuk menjaga keleastarian suatu
lahan sehingga dalam pemanfaatannya lahan masih mampu memberikan daya dukung
yang optimal.
2. Evaluasi Kesesuaian Lahan
Dalam sistem
ini medamudakan atau menyesuaiakan antara karakteristik lahan, kondisi sosial
ekonomi dan jenis tanaman. Kesesauaian ini
sangat penting untuk menentukan kelas kemapuan lahan yang nantinya akan
disesuaikan dengan tanaman atau vegetasi yang tumbuh diatasnya agar tetap dapat
berproduksi optimal.
Konservasi tanah dan air merupakan upaya pengawetan dan
pemeliharaan air yang diterapkan pada suatu lahan. Pada lahan dataran tinggi sebagian
sudah mulai menggunakan teknik konservasi tanah dan air yang benar. Teknik
konservasi tanah dan air yang diterapkan antara lain pembuatan teras, penerapan
multi cropping pada suatu lahan, penanaman tanaman rumput sebagai penguat teras
dan disekitar aliran sungai sebagi filter dan pembuatan saluran pembuangan air.
Pada dasarnya beberpa lokasi sudah ada yang menggunakan
sistem tanam yang sesuai dengan kaidah konservasi tanah dan air. Pada lahan berbukit
sistem tanam lebih tepat menggunakan sistem tumpang sari. Tumpang sari atau tumpang gilir adalah suatu
bentuk pertanaman
campuran (polyculture) berupa pelibatan dua jenis
atau lebih tanaman pada satu areal lahan
tanam dalam waktu
yang bersamaan atau agak bersamaan.
5. Pemupukan Organik Dengan
Memanfaatkan Sistem Reuse,Reduse, dan Recycle
Pengembalian bahan
organik dari residu tanaman akhir-akhir ini telah menjadi suatu keharusan dalam
suatu praktek usah tani. Alternatif teknik produksi dengan masukan bahan
organik atau pupuk organik, yang sering disebut pertanian organik, mengandalkan
hara tanaman sepenuhnya dari bahan organic. Teknik produksi yang menganjurkan
penggunaan pupuk organic dan pupuk anorganik secara komplementer dalam
agroekoteknologi juga menempatkan pentingnya pengembalian sisa tanaman,
termasuk jerami sebagai sumber hara dan pemeliharaan kesuburan tanah.